Senin, 21 Maret 2016

TUGAS 1 KESEHATAN MENTAL

A.  ORIENTASI KESEHATAN MENTAL

            Kesahatan mental berasal dari dua kata, yakni “Kesehatan” dan “Mental”  .Kesehatan berasal dari kata “Sehat”, yang merujuk pada kondisi fisik. Individu yang sehat adalah individu yang berada dalam kondisi fisik yang baik, dan bebas penyakit. Sedangkan “Mental” adalah kepribadian yang merupakan kebulatan dinamik yang tercermin dalam cita-cita, sikap, dan perbuatan. Mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap, dan perasaan yang dalam keseluruhan atau kebulatan akan menetukan tingkah laku, cara menhadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan, atau yang menggembirakan dan menyenangkan.
            Dalam psikologi pengertian dari sehat adalah suatu masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas. Sehat atau tidak sehatnya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental, sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat mental.
            Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang nyata antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya. Fungsi-fungsi jiwa seperti fikiran, perasaan, sikap jiwa, pandangan dan keyakinan hidup, harus dapat saling membantu dan bekerja sama satu sama lain, sehingga dapat dikatakan adanya keharmonisan, yang menjauhkan orang dari perasaan ragu dan bimbang, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan (konflik).
            Jadi, fokus utama kesehatan mental adalah kesejahteraan emosional, kemampuan menjalani hidup secara utuh dengan penuh kreatif, dan fleksibelitas dalam menghadapi tantangan yang tak terelakkan dalam realitas kehidupan, sebagai pribadi maupun anggota masyarakat. Kesehatan mental selalu terkait dengan :
1.    bagaimana individu merespon, memikirkan, merasakan, dan menjalani kehidupan sehari-hari
2.    bagaimana individu memandang realitas dirinya sendiri dan orang lain.
3.    bagaimana individu melakukan evaluasi terhadap berbagai alternatif dan pengambilan keputusan terhadap suatu masalah yang menimpa dirinya.

B.  KONSEP SEHAT

            Konsep sehat dan kesehatan merupakan dua hal yang hampir sama tapi berbeda. Dalam kehidupan sehari-hari kata-kata sehat sering kali di pakai untuk menyatakan bahwa sesuatu dapat bekerja secara normal atau dalam kondisi yang normal.Menurut UU pokok kesehatan, pengertian sehat adalah keadaan yang meliputi sehat badan (jasmani), rohani (mental), dan sosial, seta bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Kozier et al. (1997) mengungkapkan optimasi kesehatan prima manusia harus memenuhi lima dimensi, yakni dimensi fisik, sosial, emosi, entelektual dan spiritual.
1.    DIMENSI EMOSI , yaitu  merujuk pada kemampuan mengelola stres dan mengekspresikan emosinya dengan cara yang dapat diterima oleh orang lain. Kesehatan emosi juga mencakup kemampuan untuk bertanggung jawab, menerima, dan menyampaikan perasaanya, serta dapat menerima keterbatasan orang lain. Menurut Goleman, emosional merupakan hasil campur dari rasa takut, gelisah, marah, sedih, senang. Orang yang sehat secara emosi dapat terlihat dari kesetabilan dan kemampuannya mengontrol dan mengekspresikan perasaan (marah, sedih atau senang)secara tidak berlebihan Contoh lain seperti menangis, sedih, bahagia, depresi, optimis. Kesehatan Emosional/Afektif dilihat dari kemampuan mengenal emosi dan mengekspresikan emosi tersebut secara tepat.
2.    DIMENSI INTELEKTUAL, yaitu dimensi yang melihat bagaimana seseorang berfikir dilihat dari wawasannya, pemahamannya, alasannya, logika dan pertimbangnnya. Dikatakan sehat  secara intelektual yaitu jika seseorang memiliki kecerdasan dalam kategori yang baik mampu melihat realitas. Memilki nalar yang baik dalam memecahkan masalah atau mengambil keputusan. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.Kesehatan intelektual meliputi usaha untuk secara terus-menerus tumbuh dan belajar beradaptasi secara efektif dengan perubahan yang terjadi.
3.    DIMENSI SOSIAL, yaitu dimensi yang melihat dari tingkah laku manusia dalam kelompok sosial, keluarga dan sesama lainnya serta penerimaan norma sosial dan pengendalian tingkah laku. Kesehatan Sosial dapat dilihat dari kemampuan untuk membuat dan mempertahankan hubungan dengan orang lain, perilaku kehidupan dalam masyarakat. Berinteraksi atau berhubungan dengan orang lain ataupun dengan kelompok maupun dengan organisasi dengan baik tanpa membedakan agama, suku, ras, dll dengan saling mengharga. Sehat secara sosial dapat dikatakan mereka yang bisa berinteraksi dan berhubungan baik dengan sekitarnya mampu untuk bekerja sama.
4.     DIMENSI FISIK,  mengacu pada kemampuan mempraktekkan gaya hidup yang positif. Dimensi fisik meliputi kemampuan menyelesaikan tugas sehari-hari, pencapaian kebugaran fisik, menjaga nutrisi, bebas dari penggunaan obat-obatan, alkohol dan rokok.Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
5.    DIMENSI SPIRITUAL, Kesehatan spiritual dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam mencapai kedamaian hati. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.Dimensi spiritual mengacu pada kepercayaan terhadap beberapa kekuatan seperti alam, ilmu pengetahuan, agama, dan bentuk kekuatan lain yang diperlukan individu dalam mengisi kehidupannya. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana  ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa.

C.  KESEHATAN MENTAL DAN SEJARAHNYA

            Anggapan lama di Cina, mesir maupun yahudi kuno mengenai seseorang yang mengalami gangguan jiwa adalah karena dikuasai oleh roh jahat, yang dapat disembuhkan dengan doa, mantera, sihir dan penggunaan obat-obatan alami tertentu. Jika cara pengobatan ini tidak dapat menyembuhkan, maka langkah berikutnya adalah upaya agar roh jahat tersebut tidak kerasam hidup di dalam tubuh penderita. Cara yang dilakukan terkadang ekstrim, yaitu dengan cara mencambuk, membiarkan lapar, atau melemparinya dengan batu sampai penderita meninggal dunia (Atkinson dkk.,1993).
            Kemajuan pemikiran dalam upaya menyembuhkan penderita gangguan jiwa adalah ketika hipprocrates, seorang dokter yunani kuno menolak anggapan bahwa adanya roh jahat. Ia berpendapat bahwa gangguan terjadi karena adanya kekacauan ketidakseimbangan cairan dalam tubuh penderita. Hipprocrates dan beberapa pengikutnya (para dokter dari yunani dam romawi) mengajukan cara penyembuhan yang lebih manusiawi. Mereka lebih mementingkan lingkungan yang menyenangkan, olahraga, aturan makan yang teratur, pijat/mandi yang menyejukan, disamping beberapa pengobatan yang kurang menyenangkan seperti mengeluarkan darah, penggunaan obat pencahar, dan pengekangan mekanisme (Atkinson dkk.,1993).
            Perkembangan yang telah dimulai oleh hippocrates dan kawan-kawan tersebut sayangnya tidak diikuti dengan perkembangan lebih lanjut, sehingga pada abad pertengahan kemudian berkembang lagi adalah cerita takhayul primitif dan adanya keyakinan tentang setan. Para penderita gangguan jiwa dianggap berada dalam kelompok setan yang memiliki kekuatan gaib untuk dapat menimbulkan bencana dan kecelakaan bagi oranglain. Mereka ini lalu di perlakukan secara kejam, karena ada keyakinan bahwa dengan memukul, membuatnya lapar, dan menyiksa, setan yang merasuk di dalamnya yang akan menderita. Kekejaman ini memuncak pada abad ke-15,16, dan 17, karena pada masa itu sedang berlangsung pengadilam ilmu sihir yang akhirnya menghukum mati ribuan penderita (Atkinson dkk.,1993).
            Perubahan yang sangat berarti dalam sikap dan pengobatan gangguan mental, yaitu dari animisme (irrasional) dan tradisional ke sikap dan cara yang rasional (ilmiah). pada tahun 1908, sebuah organisasi pertama didirikan, bernama ”Connectievt Society For Mental Hygiene”.Satu tahu kemudian didirikanlah ”National Commite Society For Mental Hygiene”, dan Beers diangkat menjadi sekretarisnya. Organisasi ini bertujuan:
1.    Melindungi kesehatan mental masyarakat
2.    Menyusun standard perawatan para pengidap gangguan mental
3.    Meningkatkan studi tentang gangguan mental dalam segala bentuknya dan berbagi aspek yang terkait dengannya
4.    Menyebarkan pengetahuan tentang kasus gangguan mental, pencegahan dan penobatannya dan
5.    Mengkoordinasikan lembaga-lembaga perawatan yang ada.

            Pada tahun 1950, organisasi kesehatan mental terus bertambah, yaitu dengan berdirinya ”National Association For Mental Health”yang bekerjasama dengan tiga organisasi swadaya masyarakat lainnya, yaitu ”National Committee For Mental Hygiene”, ”National Mental Health Foundation”, dan”Psychiatric Foundation”.
            Gerakan kesehatan mental ini terus berkembang sehingga pada tahun 1075 di Amerika Serikat terdapat lebih dari seribu tempat perkumpulan kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya, gerakan ini dikembangkan melalui ”The World Federation For Mental Health” dan“The World Health Organization”.

D.  PENDEKATAN KESEHATAN MENTAL

Kesehatan mental kini telah menjadi perhatian khalayak ramai. Sasaran dalam kesehatan mental adalah masyarakat umum. Ada yang berpendapat kesehatan mental berarti kondisi optimal baik fisik, intelektual, emosi, sepanjang hal itu sama dengan keadaan orang lain. Sebagian juga berpendapat kesehatan mental berarti terbebas dari penyakit atau cacat terutama dalam kondisi mental ataupun psikologis, dan masih banyak pendapat lainnya.Salah satu yang mengembangkan orientasi umum dan pola wawasan mental ini adalah saparinah sadli. Beliau mengemukakan tiga macam orientasi besar dalam kesehatan mental. Pertama orientasi klasik, orientasi penyesuaian diridan yang terakhir adalah orientasi pengembangan potensi.
1.    ORIENTASI KLASIK, Pada umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan sehat sebagai kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun mental.  Seseorang dianggap sehat secara mental bila tidak memiliki kondisi yang membuat diri orang tersebut merasa tidak nyaman, seperti ketegangan, rasa lelah, perasaan rendah diri, perasaan tidak berguna yang akan mengganggu efisiensi diri sehari-hari. Individu yang sehat adalah individu yang tidak memiliki keluhan secara fisik dan mental. Pengertian sehat mental dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi. Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata "sehat". Sehat atau tidak adanya seseorang secara mental, belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan dapat digolongkan sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat mental.
2.    ORIENTASI PENYESUAIAN DIRI,
Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sehat mental bukan sesuatu yang absolut.
Orang itu tidak dapat dinilai sebagai sehat mental dan tidak sehat mental sekaligus. Oleh karenanya kita tidak dapat begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’ atau ‘tidak sehat mental’ pada seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang secara tegas terpisah. Sehat atau tidak sehat mental berada dalam satu garis dengan derajat yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan derajat sehat atau tidaknya seseorang.
kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian seseorang secara keseluruhan. Penentuan derajat kesehatan mental seseorang bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang dalam lingkungannya.Kesehatan mental merupakan kemampuan individu untuk secara aktif menyesuaikan diri sesuai tuntunan kenyataan di sekitarnya, yang merujuk pada tuntutan yang berasal dari masyarakat yang secara konkret mewujud dalam tuntunan orang-orang yang ada di sekitarnya.
3.    ORIENTASI PENGEMBANGAN POTENSI
Seseorang dianggap mencapai taraf kesehatan jiwa bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Individu yang sehat mental adalah individu yang dapat dan mampu mengembangkan dan memamanfaatkan potensi yang ada pada dirinya untuk kegiatan yang positif – kosntruktif, sehingga dapat meningkatkan kualitas dirinya, yang digunakan dalam kehidupan sehari – hari. Sehingga bagi orang-orang yang memiliki kesehatan mental, mereka dapat menjadi manusia yang produktif dan tidak bingung dalam menentukan jati dirinya. Dibutuhkan fokus yang lebih untuk mencapai arah tujuan atau potensi diri yang lebih dikembangkan. Pengembangan potensi ini juga dipengaruhi peranan keluarga, sekolah dan masyarakat. Juga adanya kesempatan yang diberikan lingkungan pada individu baik yang potensinya masih tersembunyi maupun yang sudah ditemukan.


SUMBER :
1.    Rochman, Kholil Lur. (2010). Kesehatan Mental. Yogyakarta  :Fajar Media
2.    Press Schultz, Duane. (1991). Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta  : Kanisius
3.Schultz, D., (1983), Psikologi Pertumbuhan, Model-Model kepribadian yang Sehat. Yogyakarta: Kanisius.
4.    Prabowo hendro, dwiriyanti. (1998). Psikologi umum 2. Jakarta : universitas gunadarma