Jumat, 21 April 2017

TUGAS SOFTSKILL KE 2

TUGAS
I.     LOGOTERAPI
1.    Pengertian Logoterapi
     Logoterapi diperkenalkan oleh Viktor Frankl, seorang dokter ahli penyakit saraf dan jiwa (neuro-psikiater). Logoterapi berasal dari kata “logos” yang dalam bahasa Yunani berarti makna (meaning) dan juga rohani (spirituality), sedangkan terapi adalah penyembuhan atau pengobatan. Logoterapi secara umum dapat digambarkan sebagai corak psikologi atau psikiatri yang mengakui adanya dimensi kerohanian pada manusia di samping dimensi ragawi dan kejiwaan, serta beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will of meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful life) yang didambakannya.
2.    Konsep Dasar Logoterapi
     Pandangan Frankl tentang kesehatan psikologis menekankan pentingnya kemauan akan arti. Frankl berpendapat bahwa manusia harus dapat menemukan makna hidupnya sendiri dan kemudian setelah menemukan mencoba untuk memenuhinya. Bagi Frankl setiap kehidupan mempunyai makna dan kehidupan itu adalah suatu tugas yang harus dijalani. Mencari makna dalam hidup inilah prinsip utama teori Frankl yang dinamakan logoterapi. Logoterapi memiliki tiga konsep dasar, yaitu:
a.    Kebebasan Berkehendak ( Freedom Of Will )
     Dalam pandangan Logoterapi manusia adalah mahluk yang istimewa karena mempunyai kebebasan. Kebebasan disini bukanlah kebebasan yang mutlak, tetapi kebebasan yang bertanggungjawab. Kebebasan manusia bukanlah kebebasan dari (freedom from) kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosiokultural tetapi lebih kepada kebebasan untuk mengambil sikap (freedom to take a stand) atas kondisi-kondisi tersebut. Kelebihan manusia yang lain adalah kemampuan untuk mengambil jarak (to detach) terhadap kondisi di luar dirinya, bahkan manusia juga mempunyai kemampuan-kemampuan mengambil jarak terhadap dirinya sendiri (self detachment). Kemampuan-kemampuan inilah yang kemudian membuat manusia disebut sebagai “the self deteming being” yang berarti manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.
b.   Kehendak Hidup Bermakna (The Will to Meaning)
     Menurut Frankl yang paling dicari dan diinginkan manusia dalam hidupnya adalah makna, yaitu makna yang didapat dari pengalaman hidupnya baik dalam keadaan senang ataupun dalam penderitaan. Kehendak akan arti kehidupan maksudnya kebutuhan manusia untuk terus mencari makna hidup untuk eksistensinya. Semakin individu mampu mengatasi dirinya maka semakin ia mengarah pada suatu tujuan sehingga ia menjadi manusia yang sepenuhnya. Arti yang dicari tersebut memerlukan tanggung jawab pribadi karena tidak seorangpun bisa memberikan pengertian dan menemukan maksud dan makna hidup kita selain diri kita sendiri. Dan itu merupakan tanggung jawab masing-masing pribadi untuk mencari dan menemukannya. Menurut Frankl keinginan untuk hidup yang bermakna ini merupakan motivasi utama yang tedapat pada manusia untuk mencari, menemukan dan memenuhi tujuan dan arti hidupnya. Mengenal makna itu sendiri menurut Frankl bersifat menarik (to pull) dan menawar (to offer) bukannya mendorong (to push). Karena sifatnya menarik itu maka individu termotivasi untuk memenuhinya agar ia menjadi individu yang bermakna dengan  berbagai kegiatan yang sarat dengan makna.
c.    Makna Hidup (The Meaning Of  Life)
     Konsep makna hidup adalah hal-hal yang memberikan arti khusus bagi seseorang yang apabila berhasil dipenuhi akan menyebabkan kehidupannya dirasakan berarti dan berharga, sehingga akan menimbulkan penghayatan bahagia (happiness). Makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapa pun, tetapi harus dicari dan ditemukan sendiri. Orang lain hanya dapat menunjukkan hal-hal yang potensial bermakna, akan tetapi kembali kepada orang itu sendiri untuk menentukan apa yang ditanggapinya. Makna yang kita cari memerlukan tanggung jawab pribadi. Bukan orang lain atau sesuatu yang lain, bukan orang tua, teman, atau bangsa yang dapat memberi kita pengertian tentang arti dan maksud dalam hidup kita. Makna hidup bisa berbeda antara manusia satu dengan yang lainya dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam dan makna hidup itu bersifat unik, spesisfik, personal. Karena itu, yang penting bukan makna hidup secara umum, melainkan makna khusus dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu. Karena itu, manusia memiliki tugas yang unik dan kesempatan unik untuk menyelesaikan tugasnya.
3.    Unsur-Unsur Logoterapi
a.    Munculnya Masalah Atau Gangguan
     Logoterapi ini biasanya dilakukan untuk klien-klien yang mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder), karena biasanya orang yang stres akibat trauma cenderung menyalahkan diri sendiri bahkan bisa ke resiko mencederai diri dan orang lain. Munculnya masalah atau gangguan adalah saat individu tidak memiliki keinginan terhadap sesuatu apapun, karena keinginan akan mendorong setiap manusia untuk melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya di rasakan berarti dan berharga. Menurut Frankl terdapat tiga tahapan pada sindrom ketidakbermaknaan, yaitu:
1)   Neurosis Somatogenik, yaitu gangguan perasaan yang berkaitan dengan ragawi dan berakar pada kondisi fisiologis tertentu
2)   Neurosis Psikogenik, yaitu gangguan perasaan yang berasal dari hambatan-hambatan psikis dan bersumber pada konflik-konflik psikologis.
3)   Neurosis Noogenik, yaitu gangguan neurosis yang disebabkan tidak terpenuhinya hasrat untuk hidup bermakna
b.   Tujuan Terapi
     Tujuan utama logoterapi adalah meraih hidup bermakna dan mampu mengatasi secara efektif berbagai kendala dan hambatan pribadi. Hal ini diperoleh dengan jalan menyadari dan memahami serta merealisasikan berbagai potensi sumber daya kerohanian yang dimiliki setiap orang yang sejauh ini mungkin terhambat dan terabaikan. Selain itu, logoterapi juga bertujuan untuk menolong pasien menemukan tujuan dan maksud dalam hidupnya dengan memperlihatkan bernilainya tanggung jawab dan tugas-tugas tertentu. Agar dalam masalah yang dihadapi klien dia bisa menemukan makna dari penderitaan dan kehidupan serta cinta. Dengan penemuan itu klien akan dapat membantu dirinya sehingga bebas dari masalah tersebut. Memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap orang terlepas dari ras, keyakinan, dan agama yang dianutnya. Menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat, dan diabaikan, bahkan terlupakan. Memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.
c.    Peran Terapi
     Menjaga hubungan yang akrab dan pemisahan ilmiah. Terapis pertama-tama harus menciptakan hubungan antara klien dengan mencari keseimbangan antara dua ekstrem, yakni hubungan yang akrab (seperti simpati) dan pemisahan secara ilmiah (menangani klien sejauh ia melibatkan diri dalam teknik terapi).  Mengendalikan filsafat pribadi. Maksudnya adalah terapis tidak boleh memindahkan filsafat pribadi pada klien, karena logotherapy digunakan untuk menangani masalah-masalah yang menyangkut nilai-nilai dan masalah spiritual, seperti aspirasi terhadap hidup yang bermakna, makna cinta, makna penderitaan, dan sebagainya. Memberi makna lagi pada hidup. Salah satu tujuan logotherapy adalah menemukan tujuan dan maksud keberadaannya. Kepada klien bahwa setiap kehidupan memiliki potensi-potensi yang unik dan tugas utamanya adalah menemukan potensi-potensi itu. Pemenuhan tugas ini memberi makna pada kepada hidupnya. Terapis harus menunjukkan kepada klien bahwa setiap manusia mempunyai tujuan yang unik yang dapat tercapai dengan suatu cara tertentu. Terapis berusaha membuat klien menyadari secara penuh tanggung jawab dirinya dan memberinya kesempatan untuk memilih, untuk apa, kepada apa, atau kepada siapa dia harus bertanggung jawab. Terapis tidak tergoda untuk menghakimi klien-kliennya, karena dia tidak pernah membiarkan seorang klien melemparkan tanggung jawab kepada terapis untuk menghakiminya. Terapis memberikan sugesti-sugesti terhadap klien, bahwa setiap manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.
4.    Teknik-Teknik Logoterapi
A.  Intensi Paradoksikal
     Teknik intensi paradoksikal merupakan teknik yang dikembangkan Frankl berdasarkan kasus kecemasan antispatori, yaitu kecemasan yang ditimbulkan oleh antisipasi individu atas suatu situasi atau gejala yang ditakutinya. Intensi paradoksikal adalah keinginan terhadap sesuatu yang ditakuti. Teknik ini pada dasarnya bertujuan lebih daripada perubahan pola-pola tingkah laku. Klien diminta untuk berpikir atau membayangkan hal-hal yang tidak menyenangkan, menakutkan, atau memalukan baginya. Dengan cara ini klien mengembangkan kemampuan untuk melawan ketakutannya, seperti yang terdapat juga dalam terapi perilaku (behaviour therapy). Intensi paradoksikal pada dasarnya memanfaatkan kemampuan mengambil jarak (self-detachment) dan kemampuan mengambil sikap terhadap kondisi diri sendiri dan lingkungan. Teknik ini didasarkan pada dua fakta, yaitu (1) rasa takut bisa menyebabkan terjadinya hal yang ditakutkan (2) keinginan yang berlebihan bisa membuat keingginan tersebut tidak terlaksana. Dengan teknik intensi paradoksikal, klien diajak untuk “berhenti melawan”, tetapi bahkan mencoba untuk “bercanda” tentang gejala yang ada pada mereka, ternyata hasilnya adalah gejala tersebut akan berkurang dan menghilang.
B.  Derefleksi
     Seperti halnya intensi paradoksikal, teknik derefleksi pun memanfaatkan kualitas-kualitas insani dalam gangguan neurosis. Bedanya, jika intensi paradoksikal memanfaatkan kemampuan mengambil jarak terhadap diri sendiri dan seakan-akan memandangnya dari luar, maka derefleksi memanfaatkan kemampuan transedensi diri yang ada dalam diri setiap orang.
     Derefleksi yaitu memanfaatkan kemampuan transendensi diri (self-transcendence) yang dimiliki setiap manusia dewasa. Frankl percaya bahwa sebagian besar persoalan kejiwaan berasal dari perhatian yang terlalu fokus pada diri sendiri. Dengan mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada orang lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya. Dengan teknik tersebut, klien diberi kemungkinan untuk mengabaikan neurosisnya dan tidak memperhatikan lagi kondisi yang tidak nyaman untuk kemudian lebih mencurahkan perhatian kepada hal-hal lain yang positif dan bermanfaat. Klien pertama-tama dibantu untuk menyadari kemampuan atau potensinya yang tidak digunakan atau terlupakan. Sekali kemampuan tersebut dapat diungkapkan dalam proses konseling maka akan muncul suatu perasaan unik, berguna dan berharga dari dalam diri klien.
C.  Bimbingan Rohani
     Bimbingan rohani adalah metode yang khusus digunakan terhadap pada penanganan kasus dimana individu berada pada penderitaan yang tidak dapat terhindarkan, atau dalam suatu keadaan yang tidak dapat dirubahnya dan tidak mampu lagi berbuat selain menghadapinya. Pada metode ini, individu didorong untuk merealisasikan nilai bersikap dengan menunjukkan sikap positif terhadap penderitaanya, dalam rangka menemukan makna di balik penderitaan tersebut.  Pendekatan ini memanfaatkan kemampuan insani untuk mengambil sikap terhadap keadaan diri sendiri dan keadaan lingkungan yang tak mungkin diubah lagi. Melalui bimbingan rohani, individu yang menderita didorong ke arah merealisasi nilai-nilai bersikap, menunjukkan sikap positif terhadap penderitaannya, sehingga ia bisa menemukan makna dibalik penderitaannya.



II.  Rational Emotive Therapy
1.    Pengertian Rational Emotive Therapy
     Rasional Emotive Therapy adalah teori yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti manusia bebas berpikir, bernafas, dan berkehendak.  Rational emotive therapy dapat diartikan dengan corak konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berfikir dengan akal sehat, berperasaan, dan perilaku serta sekaligus menekankan bahwa suatu suatu perubahan yang mendalam.
2.    Konsep Dasar Rational Emotive Therapy
     Konsep dasar Rational Emotive Therapy adalah, bahwa seseorang berkonstribusi terhadap munculnya problem psikologis, baik yang ditunjukkan dalam gejala-gejala yang spesifik hingga pada interpretasi terhadap suatu peristiwa atau situasi tertentu. Setiap manusia yang normal memiliki pikiran, perasaan dan perilaku yang ketiganya berlangsung secara simultan. Konsep dasar yang di kembangkan Albert Ellis adalah :
a.    Pemikiran manusia adalah penyebab dasar dari gangguan emosional.
b.   Manusia mempunyai potensi pemikiran rasional dan irrasional.
c.    Pemikiran dan emosi tidak dapat di pisahkan.
d.   Pada diri manusia sering terjadi self-verbalization, yaitu mengatakan sesuatu terus-menerus kepada dirinya.
e.    Pemikiran tak logis (irrasional) dapat dikembalikan kepada pemikiran logis dengan reorganisasi persepsi. Pemikiran tak logis itu merusak dan merendahkan diri melalui emosionalnya.
     Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif.
     Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional.
     Berpikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
     Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC, kemudian ditambahkan D, E dan F untuk mengakomodikasi perubahan tersebut :
a.    Antecedent event (A)
     Yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
b.   Belief (B)
     Yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
c.    Emotional consequence (C)
     Merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
d.   Disputing irrational (D)
     Yaitu melakukan perlawanan terhadap keyakinan irasional.
e.    Effective new philosophy of life (E)
     Yaitu mengembangkan filosofi dan keyakinan-keyakinan baru yang positif.
f.     Perasaan/feelings (F)
     Yaitu aksi yang akan dilakukan lebih lanjut dan perasaan baru, dengan demikian kita tidak akan merasa tertekan, melainkan kita akan merasakan segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada.
     Sebagai contoh, “orang depresi merasa sedih dan kesepian karena dia keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”. Padahal, penampilan orang depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami depresi. Jadi, Tugas seorang terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan kesepian yang dialami orang depresi, melainkan menyerang keyakinan mereka yang negatif terhadap diri sendiri.
     Walaupun tidak terlalu penting bagi seorang terapis mengetahui titik utama keyakinan-keyakinan irasional tadi, namun dia harus mengerti bahwa keyakinan tersebut adalah hasil “pengondisian filosofis”, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang muncul secara otomatis, persis seperti kebiasaan kita yang langsung mengangkat dan menjawab telepon setelah mendengarnya berdering.
3.    Unsur-unsur Rational Emotive Therapy
A.  Tujuan Terapi
     Rational Emotive Therapy bertujuan memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berfikir, keyakinan, serta pandangan klien yang irrasional menjadi rasional, sehingga ia dapat mengembangkan diri dan mencapai realisasi diri yang optimal. Menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri, seperti rasa takut, bersalah, berdosa, cemas, marah, atau khawatir, sebagai akibat berfikir yang irrasional, melatih dan mendidik klien agar dapat menghadapi kenyataan hidup secara rasional. Tujuan utama terapi rasional-emotif adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi diri mereka merupakan sumber gangguan emosionalnya. Kemudian membantu klien agar memperbaiki cara berpikir, merasa, dan berperilaku, sehingga ia tidak lagi mengalami gangguan emosional di masa yang akan datang dengan membantunya mempelajari cara bertindak yang baru. Dan menyadari bahwa klien dapat hidup rasional dan produktif agar klien tidak memberikan tanggapan emosional berlebihan tehadap sesuatu peristiwa. Secara umum, rational emotive therapy mendukung konseli untuk menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.
B.  Fungsi dan Peran Terapi
1)   Secara sistematis berusaha untuk mendapatkan informasi tentang anteseden situasional, dimensi perilaku masalah, dan konsekuensi dari masalah.
2)   klarifikasi masalah klien bersama dengan klien
3)   merencanakan target perilaku
4)   memformulasikan tujuan terapi
5)   mengidentifikasi kondisi
6)   melaksanakan rencana
7)   evaluasi keberhasilan dari perubahan rencana
8)   melakukan tindak lanjut asesmen.
9)   Fungsi lain yang penting sebagai terapis adalah menjadi role modeling bagi klien. Salah satu proses dasar dimana klien belajar perilaku baru adalah melalui imitasi. Terapis sebagai pribadi menjadi model yang signifikan.
     Aktivitas-aktivitas terapeutik rational emotive therapy dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dagmatis yang irasional dan tahayul yang berasal dari orangtuanya maupun dari kebudayaannya. Oleh karena itu dalam konseling, konselor membantu klien untuk mengenali insight yang menjadi penyebab perilaku irasionalnya. REBT membantu klien mendapatkan tiga jenis insight :
1)   Insight 1
     Klien memahami bahwa perilaku disfungsionalnya terjadi tidak hanya karena penyebab di masa lalu, tetapi bahwa penyebab tersebut masih ada dalam pikiran klien sampai saat ini.
2)   Insight 2
     Klien memahami bahwa apa yang mengganggunya saat ini karena keyakinan irasional yang terus dipertahankannya.
3)   Insight 3
     Klien memahami bahwa tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan psikologis yang dialaminya dengan cara mengamati, mendeteksi, dan melawan keyakinannya yang irasional dengan keyakinan yang rasional.
     Setelah klien mendapatkan tiga insight tersebut, kemudian konselor menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi dirinya masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialaminya. Konselor mendorong klien untuk menguji secara kritis nilai-nilai dirinya yang paling dasar, sehingga memberikannya "intellectual insight", yaitu pengetahuan bahwa ia bertindak buruk dan keinginan untuk memperbaiki perilakunya. Apabila proses ini berhasil, klien akan memperoleh "emotional insight", yaitu tekad untuk bekerja keras merubah atau reconditions terhadap perilakunya.
4.    Teknik-teknik Rational Emotive Therapy
     Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat afektif, behavioristik, dan kognitif yang disesuaikan dengan kondisi klien. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.
A.  Teknik Emotif (Afektif)
1)   Teknik Assertive Training,
     Yaitu teknik yang digunakan untuk melatih, medorong dan membiasakan klien untuk terus menerus menyesuaikan diri dengan perilaku tertentu yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
2)   Teknik Sosiodrama,
     Digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan negatif) melalui suasana yang didramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas mengungkapan dirinya sendiri baik secara lisan, tulisan ataupun melalui gerakan-gerakan dramatis.
3)   Teknik Self Modeling atau diri sebagai model,
     Yakni teknik yang digunakan untuk meminta klien agar berjanji atau mengadakan komitmen dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu, dimana konselor menjadi model dan klien berjanji akan mengikuti.
4)   Teknik Imitasi,
     Yakni teknik yang digunakan dimana klien diminta untuk menirukan secara terus menerus soal model perilaku tertentu dengan maksud menhadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.
B.  Teknik Behavioristik
1)   Teknik reinforcement / penguatan,
     Yaitu teknik yang digunakan untuk mendorong klien kearah perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun punishment/ hukuman. Teknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif.  Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
2)   Teknik social modeling/ penguatan modeling,
     Yakni teknik yang digunakan untuk memberikan perilaku-perilaku baru kepada klien khususnya situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan masalah-masalah. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
3)   Teknik live models/ model dari kehidupan nyata,
     Digunakan untuk menggambarkan perilaku tertentu.
C.  Teknik-Teknik Kognitif
1)   Home work assigments/ pemberian tugas rumah ,
     Klien diberikan tugas rumah untuk berlatih, membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menurut pola perilaku yang diharapkan. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
2)   Teknik Assertive ,
     Teknik yang digunakan untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan perilaku tertentu yang diharapkan melalui role playing atau bermain peran. Maksud utama teknik asertif adalah : (a) mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya; (b) membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain; (c) mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri; dan (d) meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.
3)   Bibliotherapy,
     Teknik yang digunakan untuk membalikkan pola pikir irasional dan ketidaklogisan dalam diri konseli yang menyebabkan permasalahan lewat buku-buku. Konselor memilih buku-buku bacaan yang sekiranya dapat membantu konseli dalam mengubah pola pikir irasional menjadi rasional.

III.   Terapi Kelompok
1.    Pengertian Terapi Kelompok
     Terapi Kelompok adalah suatu metode pekerjaan sosial dimana kelompok digunakan sebagai media untuk membantu anggota-anggota dalam kelompok untuk memperbaiki penyesuaian sosial mereka serta dapat mencapai tujuan-tujuan yang disepakati oleh masyarakat. Maksudnya ialah individu-individu yang mengalami masalah sejenis disatukan dalam kelompok penyembuhan dan kemudian dilakukan terapi dengan dibimbing atau didampingi oleh seorang atau satu tim petugas kesehatan. Anggota kelompok biasanya berkisar dari 5 sampai 10 anggota. Terapi kelompok dapat berlangsung selama beberapa minggu, beberapa bulan atau beberapa tahun dan biasanya dilakukan seminggu sekali.  Keunggulan dalam Terapi Kelompok ialah bahwa anggota kelompok dianggap mewakili suatu lingkungan interpersonal dengan lebih baik daripada hanya satu orang terapis, sehingga dapat lebih menjamin perbaikan hubungan interpersonal.
2.    Konsep Dasar Terapi Kelompok
     Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan antara satu dengan yang lainnya, saling ketergantungan serta mempunyai norma yang sama. Terapi Kelompok  memberi kesempatan untuk saling bertukar (sharing) tujuan, misalnya membantu individu yang berperilaku destruktif dalam berhubungan dengan orang lain, mengidentifikasi dan memberikan alternatif untuk membantu merubah perilaku destruktif menjadi konstruktif. Terapi kelompok memandang bahwa manusia itu makhluk yang unik, dan dinamis, setiap manusia memiliki karakteristik yang berbeda. Setiap manusia memiliki problem yang berbeda-beda, oleh karena itulah setiap orang tidak sama dalam menangani suatu pemecahan masalah. Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya seperti agresif, takut kebencian, kompetitip, kesamaan, ketidaksamaan, kesukaan dan menarik. Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika kelompok, tergantung bagaimana anggota kelompok dapat mengiterpretasikan segala sesuatu yang menstimulus kelompok tersebut. Dengan sharing pengalaman pada klien dengan isolasi sosial diharapakan klien mampu membuka dirinya untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu perlu diperhatikan mengenai komponen kelompok dalam terapi kelompok, komponen tersebut antara lain:
a.    Struktur kelompok
     Stuktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan keputusan dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam elompok diatur dengan adanya pimpinan dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara bersama.
b.   Besar kelompok
     Jumlah ideal anggota kelompok adalah tujuh sampai delapan orang. Jumlah minimum angota kelompok berkisar empat dan jumlah maksimun adalah sepuluh orang. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota kelompok mendapatkan kesempatan mengungkapkan perasaan, mengemukakan pendapat dan pengalamannya. Jika terlalu kecil makan tidak cukup variasi informasi dan intreaksi yang terjadi.
c.    Lamanya sesi
     Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit untuk fungsi terapi reandah, dan 60-120 menit untuk fungsi kelompok yang tinggi. Frekuensi pertemuan dapat disesuaian dengan tujuan kelompok, dapat satu kali atau dua kali per minggu atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.
d.   Komunikasi
     Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah mengobservasi dan mengalisis pola komunikasi dalam kelompok. Pemimpin menggunakan umpan balik untuk memberikan kesadaran pada anggota kelompok terhadap dinamika yang trejadi. Pemimpin kelompok dapat mengkaji hambatan dalam kelompok, konflik interpersonal, tingkat kompetis, dan seberapa jauh anggota kelompok mengerti serta melaksanakan kegiatan.
e.    Peran kelompok
     Pemimpin (leader) harus memiliki kemammpuan dalam proses yang terjadi pada kelompok, seperti adanya interupsi, peningkatan intonasi suara, sikap menghakimi antara anggota kelompok selama interaksi berlangsung. Dengan kata lian, pemimpin harus peka terhadap adanya konflik yang mungkin terjadi di dalam kelompok.
f.     Kekuatan kelompok
     Kekeuatan kelompok adalah kemampuan anggota dalam memmpengaruhi jalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan kekuatan kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak mendengar siapa yang membuat keputusan dalam kelompok.
g.    Norma
     Norma adalah standar perilaku dalam kelompok. Pengharapan terhadap perilaku kelompok pada masa yang akan datang berdasarkan pada pengalaman masa lalu dan saat ini. Pemahaman tentang norma berguna untuk mngetahui pengaruhnya terhadap komunikasi dan interaksi dalam kelompok.
h.   Kekohesifan
     Kekohesifan adalah kekuatan antar anggota kelompok bekerjasama dalam mencapai tujuan. Hal ini mempengaruhi naggota kelompok untuk tertarik dan puas terhadap kelompoknya. Terapis perlu melakuakn upaya agar kekohesifan kelompok dapat terwujud, selain mengelompokan anggota yang memiliki masalah yang sama. Terapis juga menciptakan kekohesifan dengan cara mendorong kelompok untuk berbicara satu sama lain. Kekohesifan dapat diukur melalui seberapa sering antar anggota memberi pujian dan mengungkapkan kekaguman satu sama lain.
3.    Unsur-Unsur Terapi Kelompok
a.    Munculnya Gangguan
     Terapi kelompok digunakan ketika klien tidak berhasil dalam penanganan secara terapi individu
b.   Tujuan Terapi Kelompok
1)   Mengembangkan stimulasi kognitif
a)   Tipe: biblioterapy
b)   Aktivitas: menggunakan artikel, sajak, puisi, buku, surat kabar untuk merangsang dan mengembangkan hubungan dengan orang lain.
2)   Mengembangkan stimulasi sensori
a)   Tipe: music, seni, menari.
b)   Aktivitas: menyediakan kegiatan, mengekspresikan perasaan.
a)   Tipe: relaksasi
b)   Aktivitas: belajar teknik relaksasi dengan cara napas dalam, relaksasi otot, dan imajinasi.
3)   Mengembangkan orientasi realitas
a)      Tipe: kelompok orientasi realitas, kelompok validasi.
b)     Aktivitas: focus pada orientasi waktu,tempat dan orang, benar, salah bantu memenuhi kebutuhan.
4)   Mengembangkan sosialisasi
a)   Tipe: kelompok remitivasi
b)   Aktivitas: mengorientasikan klien yang menarik diri, regresi
a)   Tipe: kelompok mengingatkan
b)   Aktivitas: focus pada mengingatkan untuk menetapkan arti positif.
5)   Secara umum tujuan terapi kelompok adalah :
a)   Setiap anggota kelompok dapat bertukar pengalaman.
b)   Memberikan pengalaman dan penjelasan pada anggota lain.
c)    Meningkatkan identitas diri
d)   Menyalurkan emosi dan membagi perasaan antar sesama didalam kelompok terapis
e)    Meningkatkan keterampilan hubungan sosial
f)    Meningkatkan kemampuan hidup mandiri
c.    Peran Terapis dalam Terapi Kelompok
1)   Mempersiapkan Program Terapi
     Sebelum melaksanakan terapi aktivitas kelompok, perawat harus terlebih dahulu, membuat proposal. Proposal tersebut akan dijadikan panduan dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok, komponen yang dapat disusun meliputi : deskripsi, karakteristik klien, masalah psikologis, tujuan dan landasan teori, persiapan alat, jumlah terapis, waktu pelaksanaan, kondisi ruangan serta uraian tugas terapis.
2)   Sebagai Leader Dan Co-Leader
     Meliputi tugas menganalisa dan mengobservasi pola-pola komunikasi yang terjadi dalam kelompok, membantu anggota kelompok untuk menyadari dinamisnya kelompok, menjadi motivator, membantu kelompok menetapkan tujuan dan membuat peraturan serta mengarahkan dan memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok.
3)   Sebagai Fasilitator
     Sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok sebagai anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada anggota kelompok lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan.
4)   Sebagai Observer
     Tugas seorang observer meliputi : mencatat serta mengamati respon penderita, mengamati jalannya proses terapi aktivitas dan menangani peserta/anggota kelompok yang drop out.
5)   Mengatasi Masalah Yang Timbul Saat Terapi
     Masalah yang mungkin timbul adalah kemungkinan timbulnya sub kelompok, kurangnya keterbukaan, resistensi baik individu atau kelompok dan adanya anggota kelompok yang drop out. Cara mengatasi masalah tersebut tergantung pada jenis kelompok terapis, kontrak dan kerangka teori yang mendasari terapi aktivitas tersebut.
6)   Program Antisipasi Masalah
     Merupakan intervensi psikologis yang dilakukan untuk mengantisipasi keadaan yang bersifat darurat (emergensi dalam terapi) yang dapat mempengaruhi proses pelaksanaan terapi aktivitas kelompok.
     Dari rangkaian tugas diatas, peranan ahli terapi utamanya adalah sebagai fasilitator. Idealnya anggota kelompok sendiri adalah sumber primer penyembuhan dan perubahan.
4.    Teknik-Teknik Terapi Kelompok
1)   Terapi Kelompok Psikoanalisa
a)   Terdapat 4-5 pria dan 4-5 wanita dalam satu kelompok.
b)   Pertemuan berlangsung selama 90 menit dan tiga kali per minggu.
c)    Terapi kelompok berguna untuk membantu klien memperoleh insight, meningkatkan kesadaran emosional terhadap trauma yang terjadi pada masa kecil.
     Teknik-teknik teori psikoanalisa dalam konseling kelompok dilihat dari sudut kegiatan yang dilakukan. Kelompok dibedakan atas :
a)   Kelompok aksi (action group) yang dirancang dengan tugas utama mengerjakan sesuatu.
b)   Kelompok studi (study group) yang dirancang dengan tugas utama mempelajari seluk-beluk suatu bidang dengan menggunakan sumber-sumber tertentu.
c)    Kelompok diskusi (discussion group), yang dirancang dengan tujuan utama membahas bersama suatu masalah yang dihadapi.
2)   Psikodrama / Roleplay
a)   Bertujuan untuk memberikan kesempatan pada klien untuk katarsis, berperilaku spontan, dan saling memahami antar-anggota.
b)   Ada tahap dimana klien memperagakan peristiwa hidupnya yang siginifikan dihadapan anggota lainnya.
c)    Ada juga tahap dimana anggota berperan menjadi klien dan klien menjadi individu yang berpengaruh dalam hidupnya dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran klien.
d)   Bermain peran lebih efektif untuk katarsis dan membebaskan klien untuk berkreasi.
3)   Analisis Transaksional
a)   Fokus pada pemahaman klien daripada pelepasan emosi klien, untuk memperoleh insight mengenai kesalahan transaksi yang terjadi.
b)   Diawali dengan kontrak ("Saya ingin berhenti merasa depresi") untuk membuat rencana terapi dan evaluasinya (mencari status ego, tipe transaksi/games, naskah hidup).
4)   Terapi Perilaku Berkelompok
a)   Beberapa orang dengan masalah perilaku yang sama dapat diterapi bersama.
b)   Terdapat tiga jenis terapi perilaku berkelompok yaitu  systematic desentizitation (terdiri dari klien-klien dengan phobia yang sama, bersama-sama belajar relaksasi), assertion training groups (anggota bermain peran melakukan perilaku asertif terhadap anggota lain, lalu yang lan memberi komentar) dan kontrol yang ditujukan terhadap perilaku tertentu (seperti makan berlebihan).
5)   T-Group / Sensitivity Training Group
a)   Ditujukan untuk individu normal.
b)   Kelompok terdiri dari 10-15 individu.
c)    Bertujuan untuk meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan kepekaan perasaan, pikiran, dan tujuan terhadap orang lain, melatih kejujuran dan jadi diri sendiri, belajar memberi dan menerima umpan balik dan menyelesaikan konflik interpersonal.
d)   Hanya ada trainer yang membantu menentukan tujuan dan arah kelompok serta membantu anggota belajar dari pengalaman.
6)   Encounter Groups
a)   Untuk mengatasi keterasingan terhadap lingkungan.
b)   Pandangan perasaan bahagia, merasa diri penuh, bertanggung jawab, punya hubungan dekat dengan orang lain, lebih jadi diri sendiri, dapat mencapai dan berbagi dengan orang lain adalah esensi sebagai manusia dan memfasilitasi individu untuk menjadi spontan dan merasakan keintiman bersama.
c)    Terapis tidak ikut campur dalam proses terapi. Pada awalnya anggota akan kebingungan, tapi lama kelamaan akan terjadi interaksi sehingga spontanitas dan keintiman dapat tercapai. Contoh Marriage Encounte.

IV.   Terapi Perilaku (behavioral therapy)
1.    Pengertian Terapi Perilaku (behavioral therapy)
     Terapi Perilaku merupakan suatu teknik terapi yang bertujuan untuk menghilangkan perilaku-perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial dan membangun perilaku-perilaku baru yang secara sosial bermanfaat dan dapat diterima dengan cara mengubah perilaku negatif yang dapat membahayakan pasien serta menangani pikiran dan perasaan yang dapat menyebabkan perilaku yang membahayakan diri sendiri dengan cara menumbuhkan perilaku baru berupa komunikasi secara spontan dan kemampuan melakukan interaksi sosial dengan orang lain. Terapi perilaku biasanya dilakukan oleh seorang Terapis dengan sistem one on one (satu Terapis satu Anak) dengan memberikan instruksi-instruksi singkat yang spesifik, secara jelas dan terus menerus. Terapi ini dapat menangani semua jenis perilaku, mulai perilaku yang dipelajari sampai perilaku akibat pengaruh dari lingkungan sekitar. Oleh karena itu, perilaku yang bermasalah bukanlah sesuatu yang dimiliki seseorang, melainkan akibat dari pembelajaran, lingkungan, dan pengaruh dari luar.
2.    Konsep Dasar Terapi Perilaku (behavioral therapy)
     Terapi perilaku (Behaviour therapy) adalah pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh Teori Belajar (learning theory) yang bertujuan untuk menyembuhkan psikopatologi seperti; depression, anxiety disorders, phobias, dengan memakai teknik yang didesain menguatkan kembali perilaku yang diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan. Terapis behavioral membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi antara pembawaan dengan lingkungan. Perilaku yang dapat diamati merupakan suatu kepedulian utama dari para terapis sebagai kriteria pengukuran keberhasilan terapi. Pada dasarnya, proses terapi merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu mengubah perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya. Terdapat beberapa teori dasar mengenai metode terapi perilaku, yaitu :
a.    Perilaku maladaptif dan kecemasan persisten telah dibiasakan (conditioned) atau dipelajari (learned).
b.   Terapi  untuk perilaku maladaptif adalah dengan penghilangan kebiasaan (deconditioning) atau ditinggalkan (unlearning).
c.    Untuk menguatkan perilaku adalah dengan pembiasaan perilaku (operant and clasical conditioning).
     Selama masa perkembangannya sampai saat ini, terdapat tiga perubahan besar dalam penerapan terapi perilaku, yaitu :
1)   Terapi perilaku yang fokus pada memodifikasi perilaku-perilaku tampak (overt behavior), yakni yang didasarkan pada prinsip dan prosedur clasical dan operant conditioning. Terdapat dua pendekatan yang terkenal yakni :
a)   Applied Behavior Analysis (Skinner)
Pada pendekatan ini asumsi yang digunakan adalah perilaku merupakan fungsi dari konsekuensi (behavior is a function of its consequences). Prosedur yang digunakan berupa pemberian reinforcement, punishment, extinction dan stimulus control.
b)   Neobehavioristic Mediational Stimulus Response (Mowrer & Miller).
Merupakan aplikasi dari konsep clasical conditioning. Pada pendekatan ini mulai disadari bahwa proses mental mempunyai pengaruh terhadap hukum belajar yang kemudian membentuk suatu perilaku. Model pendekatan Stimulus Respon menggunakan proses mediasional. Teknik-teknik yang digunakan berupa systematic desensitization dan flooding.
2)   Gerakan ke dua ialah Social-Cognitive theory
Ada 3 faktor yang terpisah namun saling membentuk sistem interaksi satu sama lainnya, yang berupa lingkungan (external stimulus event), penguatan (external reinforcement), dan proses kognitif (cognitive mediational processes). Social-Cognitive Theory beranggapan bahwa ketiga elemen terseut saling mempengaruhi satu sama lain. Oleh karena itu, dalam prosedur treatment yang menjadi fokus adalah individu itu sendiri sebagai agent of change. Aplikasi dari teori ini adalah Cognitive Behavior Therapy (CBT).
3)   Gerakan ketiga dalam perkembangan terapi perilaku
Menggunakan konsep penerimaan (acceptance) yg merupakan proses aktif dari self-affirmation, menerima bukan berarti menyerah melainkan keberanian untuk mengalami/merasakan pikiran perasaan negatif.
a)    Dialectical Behaviora Therapy (DBT)
Terdapat dua konsep penting dalam penerapan DBT, yakni Acceptance and change dan Mindfullness.
b)   Acceptance and Commitment Therapy (ACT).
Sedangkan dalam Acceptance and Commitment Therapy mengkombinasikan prinsip-prinsip behaviorisme Skinner dengan faktor bahasa dan kognitif serta bagaimana ketiga faktor tersebut berpengaruh dalam psikopatologi. Terdapat empat konsep utama yakni:
v Experiential avoidance
Mengacu pada proses mencoba untuk menghindari pengalaman pribadi negatif atau menyedihkan,
v Acceptance
ACT dirancang untuk membantu klien belajar bahwa menghindari pengalaman adalah bukan solusi.
v Cognitive Defusion
Konsep ini mengacu memisahkan pikiran dari orang lain yang dan apa yang kita pikirkan.
v Commitment
ACT berfokus pada tindakan.
3.    Unsur-Unsur Terapi Perilaku
1)   Munculnya gangguan
Terapi perilaku adalah salah satu teknik yang digunakan dalam menyelesaikan tingkah laku yang ditimbulkan oleh dorongan dari dalam dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup, yang dilakukan melalui proses belajar agar bisa bertindak dan bertingkah laku lebih efektif, lalu mampu menanggapi situasi dan masalah dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Aktifitas inilah yang disebut sebagai belajar.
2)   Tujuan terapi perilaku
Tujuan umum terapi perilaku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap perilaku adalah dapat dipelajari (learned), termasuk perilaku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi perilaku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang di dalamnya terdapat respons-respons yang layak, namun belum dipelajari. Berkaitan dengan penjelasan diatas secara sederhana tujuan dari terapi perilaku adalah :
a)    Meningkatkan perilaku, yaitu reinforcement positif (memberi penghargaan terhadap perilaku) dan reinforcement negatif (mengurangi stimulus aversi)
b)   Mengurangi perilaku, yaitu punishment (memberi stimulus aversi), respons cost (menghilangkan atau menarik reinforcement), dan extinction (menahan reinforcerment)
     Tujuan terapi perilaku adalah mencapai kehidupan tanpa mengalami perilaku somatik, yaitu kehidupan tanpa mengalami kesulitan atau hambatan perilaku yang dapat membuat ketidakpuasan dalam jangka panjang, atau mengalami konflik dengan lingkungan sosial.
3)   Peran Terapis
a)    Memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment
Yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalah-masalah manusia pada kliennya. Terapis tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosesur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkah laku yang baru dan adjustive
b)   Terlibat dalam pemberian penguatan-penguatan sosial
Terapis harus terlibat dalam pemberian penguatan-penguatan sosial, baik yang positif maupun yang negatif. Bahkan meskipun, mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang netral sehubungan dengan pertimbangan-pertimbangan nilai, terapis membentuk tingkah laku klien, baik melalui cara-cara langsung maupun cara-cara tidak langsung.
c)    Penguat bagi tingkah laku klien
Peran mengendalikan tingkah laku klien yang dimainkan oleh terapis melalui penguatan menjangkau situasi di luar konseling serta dimasukan ke dalam tingkah laku klien dalam dunia nyata: “konselor mengganjar respon-respon tertentu yang dilaporkan telah ditampilkan oleh klien dalam situasi-situasi kehidupan nyata dan menghukum respon-respon yang lainnya. Ganjaran-ganjaran itu adalah  persetujuan, minat, dan keprihatinan, perkuatan semacam itu penting terutama pada periode ketika klien mencoba respon-respon atau tingkah laku baru yang belum secara tetap diberi perkuatan oleh orang lain dalam kehidupan klien”. Salah satu penyebab munculnya hasil yang tidak memuaskan adalah bahwa terapis tidak cukup memperkuat tingkah laku yang baru dikembangkan oleh klien
d)   Model bagi klien
Bandura menunjukan bahwa sebagian besar proses belajar yang melalui pengalaman langsung juga bisa diperoleh melalui pengamatan terhadap tingkah laku orang lain. Ia mengungkapkan bahwa salah satu proses fundamental yang memungkinkan klien bisa mempelajari tingkah laku baru adalah imitasi atau percontohan sosial yang disajikan oleh terapis. Terapis sebagai pribadi menjadi model yang penting bagi klien. Karena klien sering memandang terapis sebagai orang yang patut diteladani, klien acap kali meniru sikap-sikap, nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan dan tingkah laku terapis. Jadi, terapis harus menyadari peranan penting yang dimainkannya dalam proses identifikasi.
4.    Teknik-Teknik Terapi Perilaku
Lesmana (dalam Lubis, 2011) membagi teknik terapi behavioristik dalam dua bagian, yaitu teknik-teknik tingkah laku umum dan teknik-teknik spesifik. Uraiannya adalah sebagai berikut:
a.    Teknik-teknik Tingkah Laku Umum, Teknik ini terdiri dari beberapa bentuk, di antaranya adalah:
1)   Skedul penguatan
adalah suatu teknik pemberian penguatan pada klien ketika tingkah laku yang baru selesai dipelajari dimunculkan oleh klien. Penguatan harus dilakukan terus-menerus sampai tingkah laku tersebut terbentuk dalam diri klien. Setelah terbentuk, frekuensi penguatan dapat dikurangi atau dilakukan pada saat-saat tertentu saja (tidak setiap kali perilaku baru dilakukan). Shaping adalah teknik terapi yang dilakukan dengan mempelajari tingkah laku baru secara bertahap. Terapis dapat membagi-bagi tingkah laku yang ingin dicapai dalam beberapa unit, kemudian mempelajarinya dalam unit-unit kecil.
2)   Ekstingsi adalah teknik terapi berupa penghapusan penguatan agar tingkah laku maladaptif tidak berulang. Ini didasarkan pada pandangan bahwa individu tidak akan bersedia melakukan sesuatu apabila tidak mendapatkan keuntungan. Misalnya, seorang anak yang selalu menangis untuk mendapatkan yang diinginkannya. Terapis akan bertindak tidak memberi perhatian sehingga anak tersebut tidak akan menggunakan cara yang sama lagi untuk mendapatkan keinginannya.
b.   Teknik-teknik Spesifik, Teknik-teknik spesifik ini meliputi:
1)   Desentisasi Sistematik.
Teknik ini adalah teknik yang paling sering digunakan. Teknik ini diarahkan kepada klien untuk menampilkan respons yang tidak konsisten dengan kecemasan. Desentisasi sistematik melibatkan teknik relaksasi di mana klien diminta untuk menggambarkan situasi yang paling menimbulkan kecemasan sampai titik di mana klien tidak merasa cemas. Selanjutnya, Wolpe (dalam Lubis, 2011) menyimpulkan bahwa ada tiga penyebab teknik desentisasi sistematik mengalami kegagalan, yaitu: (a)Klien mengalami kesulitan dalam relaksasi yang disebabkan karena komunikasi terapis dan klien yang tidak efektif atau karena hambatan ekstrem yang dialami klien.(b)Tingkatan yang menyesatkan atau tidak relevan, hal ini kemungkinan disebabkan karena penanganan tingkatan yang keliru.(c) Klien tidak mampu membayangkan
2)   Pelatihan Asertivitas.
Teknik ini mengajarkan klien untuk membedakan tingkah laku agresif, pasif, dan asertif. Prosedur yang digunakan adalah permainan peran (role playing). Teknik ini dapat membantu klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan atau menegaskan diri di hadapan orang lain. Pelatihan asertif biasanya digunakan untuk kriteria klien sebagai berikut: (a)Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung. (b) Menunjukkan kesopanan secara berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya. (c) Memiliki kesulitan untuk mengatakan tidak. (d)Mengalami kesulitan mengungkapkan afeksi dan respons positif lainnya. (e)  Merasa tidak memiliki hak untuk memiliki perasaan dan pikiran sendiri. Melalui teknik permainan peran, terapis akan memperlihatkan bagaimana kelemahan klien dalam situasi nyata. Kemudian klien akan diajarkan dan diberi penguatan untuk berani menegaskan diri di hadapan orang lain.
3)   Time-Out. Merupakan teknik aversif yang sangat ringan. Apabila tingkah laku yang tidak diharapkan muncul, maka klien akan dipisahkan darireinforcement positif. Time-out akan lebih efektif bila dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Misalnya lima menit. Contoh kasus: seorang anak yang senang memukul adiknya akan dimasukkan dalam kamar gelap selama lima menit bila terlihat melakukan tindakan tersebut, karena takut akan dimasukkan ke kamar gelap kembali, biasanya anak akan menghentikan tindakan yang salah tersebut.
4)   Implosion dan Flooding. Teknik implosion mengarahkan klien untuk membayangkan situasi stimulus yang mengancam secara berulang-ulang, karena dilakukan terus-menerus sementara konsekuensi yang menakutkan tidak terjadi, maka diharapkan kecemasan klien akan tereduksi atau terhapus. Menurut Stampfl (dalam Lubis, 2011). Terapiimplosion adalah teknik yang menantang pasien untuk "menatap mimpi-mimpi buruknya." Ia menambahkan bahwa teknik implosion sangat bagus digunakan untuk pasien gangguan jiwa yang berada di rumah sakit, klien neurotik, klien psikotik, dan fobia. Sementara itu menurut Corey (dalam Lubis, 2011) flooding merupakan teknik di mana terjadi pemunculan stimulus yang menghasilkan kecemasan secara berulang-ulang tanpa pemberian reinforcement. Klien akan membayangkan situasi dan terapis berusaha mempertahankan kecemasan klien tersebut.Flooding bersifat lebih ringan karena situasi yang menimbulkan kecemasan tidak menyebabkan konsekuensi yang parah.
     Selain teknik-teknik yang telah dikemukakan di atas, Corey (dalam Lubis, 2011) menambahkan beberapa teknik yang juga diterapkan dalam terapi behavioristik. diantaranya, adalah:
1)   Reinforcement positif.
Adalah teknik yang digunakan melalui pemberian ganjaran segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul. Contoh: senyuman, persetujuan, pujian, bintang emas, medali, uang, dan hadiah lainnya. Pemberian reinforcement positif dilakukan agar klien dapat mempertahankan tingkah laku baru yang telah terbentuk.
2)   Modelling.
Dalam teknik ini, klien dapat mengamati seseorang yang dijadikan modelnya untuk berperilaku kemudian diperkuat dengan mencontoh tingkah laku sang model. Dalam hal ini, terapis dapat bertindak sebagai model yang akan ditiru oleh klien .
3)   Token Economy.
Teknik ini dapat diberikan apabila persetujuan dan penguatan lainnya tidak memberikan kemajuan pada tingkah laku klien. Metode ini menekankan penguatan yang dapat dilihat dan disentuh oleh klien (misalnya kepingan logam) yang dapat ditukar oleh klien dengan objek atau hak istimewa yang diinginkannya. Token economy dapat dijadikan pemikat oleh klien untuk mencapai sesuatu. Misalnya, pada anak pemalas, bila ia bersedia untuk menyapu rumahnya, ia akan diberi satu logam. Bila berhasil mengumpulkan 10 logam, anak tersebut akan dibelikan sepeda.

Daftar Pustaka
      Lubis, Lumongga Namora. (2011). Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Corey, G. (2009). Konseling dan psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Gerald Corey. (2007). Teori dan Praktek Konseling. Bandung: PT Refika Aditama.
Frankl, Emil. (2004). On the theory and therapy of mental disorders: an introduction to logotherapy and existential analysis. Brunner-Routledge 270 Madison Avenue. New York.
Komalasari, Gantina.(2011). Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : Indeks


Tidak ada komentar:

Posting Komentar